Khususnya bagi warga negara Indonesia, istilah PPn atau Pajak Pertambahan Nilai bukanlah hal yang jarang didengar. Meskipun begitu, namun masih banyak masyarakat yang tidak tahu akan arti di balik pengenaan PPn. Apabila ditinjau dari ilmu perpajakan, PPn ini masuk dalam kategori pajak objektif, pajak atas konsumsi umum dalam negri dan juga pajak tidak langsung.
Menurut Untung Sukardji yang merupakan pakar PPN, Pajak Objektif merupakan pajak yang munculnya kewajiban pajak dari adanya faktor objektif atau taatbestand. Istilah ini diambil karena mengacu pada sebuah keadaan, peristiwa ataupun perbuatan hukum yang bisa dikenakan pajak atau objektif pajak. PPN ini ada untuk dijadikan kewajiban membayar pajak oleh konsumen, dimana terdiri akan orang pribadi ataupun badan yang tidak berkolerasi dnegan suatu penghasilan tertentu. Setiap orang yang mengonsumsi barang ataupun jasa yang masuk PPN, maka akan diperlakukan sama dan wajib untuk membayar PPN atas yang dikonsumsi atau jasa yang digunakan.
Yang menjadi subjek dalam pengertian pajak objektif adalah sang konsumen, selaku pihak yang memikul beban pajak. Dalam pajak objektif, kondisi subjektif konsumen tidak dipertimbangkan untuk menentukan kewajiban pajak. Siapapun dan dalam kondisi apapun konsumennya, selama peristiwa hukum itu terjadi maka konsumen wajib adanya untuk membayarkan pajak.
Tentunya PPN dan PPH itu berbeda, PPH ini lebih mengarah ke pajak penghasilan yang kondisinya subjektif. Dimana dalam pajak subjektif memerlukan pertimbangan untuk menentukan besaran pajak terutang, dimana hal ini diperhatikan dari badan ataupun pribadi yang menanggungnya. Tentu besaran PPH orang pribadi akan lebih kecil, dibanding PPH untuk badan usaha. Hal ini juga setara dengan PTKP atau Penghasilan Tidak Kena Pajak orang pribadi yang menikah dan memiliki tanggungan anak, dengan pajak orang pribadi yang masih lajang.
PPN di Indonesia masuk dalam kategori pajak konsumsi, dimana pajak ini bisa timbul karena adanya peristiwa hukum yang dibebankan pada konsumen ntah itu secara yuridis ataupun ekonomis. Maksut dalam pajak ini adalah, dimana barang yang terkena pajak adalah barang yang dikonsumsi atau jasa yang digunakan. Jadi barang yang masih dalam proses pembuatan tidak dikenakan PPN, dimana pajak dibebankan pada konsumen akhir setelah barang selesai diproduksi.
Dalam penjelasan diatas yang juga dijelaskan dalam undang-undang PPN, dimana ditegaskan bahwa PPN dikenakan secara bertingkat pada setiap jalur produksi dan juga distribusi. Saat ini PPN mempunyai peranan strategis dalam porsi penerimaan negara, dan pemerintah terus berupaya untuk mencegah terjadinya kebocoran penerimaan pajak dari sektor PPN. Salah satu hal yang dilakukan pemerintah untuk mencegah kebocoran ini dengan menerapkan registrasi ulang pengusaha kena pajak, sehingga tidak akan terjadi faktur pajak yang tak sesuai dengan kenyataannya.
Comments